Sabtu, 23 Juli 2016

Neo Lysistrata

Cerpen Imron Supriyadi

Minggu terakhir, Pak Kardi, Boss di sebuah perusahaan yang bergerak di periklanan, sedang merasakan puncak kesuksesan. Betapa tidak, dalam enam bula terakhir, perusahaan yang dipimpinnya berhasil meraup untung diatas target. Kalau dibahasakan dengan istilah yang ngetrend, perusahaan Pak Kardi sedang mendapat surplus. Tentu saja, kesuksesan Pak Kardi ini, tidak lepas dari dukungan semua pihak, baik karyawan ataupun kepercayaan klien yang sudah banyak mempercayai pada Pak Kardi untuk membuat iklan.

Suatu ketika, Perusahaan Pak Kardi mendapat tawaran untuk membuat iklan yang aagak syuur. Pesanan iklan ini, sebenarnya sama sekali tidak ada hubungannya dengan perempuan, tetapi, pihak klien meminta agar Pak Kardi bisa menampilkan iklan ini dengan sosok perempuan cakep dengan gaya sedemikian rupa. Tentu saja sebagai daya tarik publik.
“ Jika iklan ini berhasil, you bisa teken kontrak lebih panjang lagi, Pak”, Begitu janji manis klien Pak Kardi ketika mengadakan negosasi dikantornya.
Tentu saja, kesempatan ini tidak disia – siakan oleh Pak Kardi. Dalam waktu singkat, Pak Kardi sudah mendapat ide, sekaligus seorang perempuan yang akan menjadi tokoh utama dalam iklan itu. Berkat kerja tim yang sudah terlati, perusahaan Pak Kardi berhasil membuat iklan dengan gaya yang khas. Hampir tidak ada kesan mengadopsi dartiproduk lainnya. Iklan ini, ternyata bukan saja ditayangkan dilayar televisi, namun diterbitkan juga oleh beberapa media dalam dan luar negeri. Dengan simbol seorang perempuan yang berpose setengah bugil, iklan ini kemudian mencuat menjadi iklan yang digemari oleh semua kalangan. Bahkan seorang anak dibawah umurpun sempat hapal dengan joke – joke dalam iklan itu.
Akhirnya, Pak Kardi mendapat selamat dari beberapa klien dan koleganya. Bahkan, hari – hari berikutnya, perusahaan Pak Kardi tak henti – hentinya mendapat tawaran untuk pembuatan iklan. Tapi resikonya, dalam beberapa hari belakang, Pak Kardi memang harus kerja ekstra dibanding hari sebelumnya. Konsekuensinya, Pak Kardi juga harus pulang larut. Bahkan, kadang – kadang Pak Kardi terpaksa tidur dikantor.
Pada suaru malam, Pak Kardi baru saja pulang dari kerja. Pak Kardi tampak lusuh. Guratan diwajahnya, menggambarakan dirinya sedang begitu lelah. Dalam benaknya, terbnayang sambutan Tina, istri tercintanya dengan senyum ramah dan ciuman mesra. Tapi apa yang terjadi ? Semua bertolak belakang, dengan apa yang dibayangkan.
“ Ini hasil kerjamu selama beberapa hari kau tak pulang kerumah ! Rupanya Papa sudah puas dengan berbagai model, ya!”, Serang Tina seketika, sembari melempar sebuah surat kabar ke hadapan suaminya itu.
Pak Kardi sempat terkejut. Sebab, selama ini, yang ia ketahui, istrinya hanya tahu bahwa Pak Kardi bekerja sebagai pimpinan perusahaan yang bergerak di bidang periklanan. Tentang bentuk,produk dan iklan apa Pak Kardi tak pernah cerita tentang itu.
“ Tenang – tenang, Ma. Ia hanya seorang photo model, bukan seburuk yang kau bayangkan itu, Ma!.
“ Alaah, laki – laki ! Dimana saja juga sama ! Jawabnya selalu begitu. Enggak, deh, Ma. Swer, deh, hanya kau yang aku cinta, percayalah, Ma”.
“ Hemh ! Dasar laki – laki !”. Begitu sinis jawab Tina.
Malam itu, Pak Kardi, tak berhasil juga membujuk Tina istrinya untuk memahami hasil kerjanya. Bahkan , sampai sepertiga malam terakhir, Pak Kardi tak mendapat jatah seks dari Tina. Nah, mati lho, begitu kata haiti Tina, ketiak Tina mengelak untuk diajak bercinta malam itu.
Pagi hri, rumah Pak Kardi tampak ramai puluhan wartawan media,wartawan foto dan wartawan elektronik . Semua pekerja pers itu memenuhi rumah Pak Kardi. Menik, anak perempuan satu – satunya dari keluarga itu sudah tahu apa yang akan diperbuat oleh Tina, mamanya.
Hari itu, Tian dan Menik sekongkol untuk bersedia diekspose dengan setengah bugil. Sama seperti ketika Pak Kardi meng – ekspose pra model dibeberapa surat kabar. Sesaat para wartawan terperanjat. Sebab spesialisasi wartawan yang hadir beragam. Ada wartawan ekonomi, ada wartawan Hankam dan ada juga wartawan yang senang menjadi humasnya Pemda. Dan menunggu press release.
“ Mas – mas wartawan nggak usah ragu. Ini sudah kesepakatan saya dan anak saya, kok ! “’ Begitu kata istri Pak Kardi menjelaskan kepada para wartawan, yang tampak heran.
Beragam gaya, dan pakaian dikenakan setengah bugil. Jepretan – jepretan foto sudah tak terhitung lagi. Demikian juga Menik, ia secara bergilirandifoto berbagai gaya.
” Tante, posisis tante bisa agak menunduk lagi?” Celetuk wartawan, yang belakangan adalah wartawan yang suka gituan.
“ Oh, bisa – bisa. Bgaimana ? Beginbi?, begini?, atau begini?, Kata Tina tak malu – malu lagi berganti – ganti gaya, sembari mem[perlihaykan bagian – bagian tubuhnya yang sebenarnya hanya hak suaminya.
Bermacam gaya juga dilakukan oleh Menik, anak perempuan Pak Kardi. Ia tak kalah erotisnya dengan Mamanya yang masih genit. Tapi menurut bisik – bisik para wartawan, gaya Menik lebih memikat ketimbang Mamanya.
“ Wah ya sudah pasti, Menik kan masih a-be-ge, lagi mengkel – mengkelnya”, Seloroh wartawan lainnya tak kalah ngeresnya.
Hampir setengah hari para wartawan berada di rumah Pak Kardi, . Hanya untukmemotret Tina dan Menik.
“ Eh, Mas wartawan, tolong ya, gambar saya dibuat kaya begini ya, biar agar syuur, gitu, oke! “, ujar Tina, sembari menunjukkan model iklan yang diproduksi oleh perusahaan Pak Kardi suaminya.
“ Gampang, itu bisa diatur”, jawab wartawan itu enteng.
Malam mejelang, Pak Kardi pulang. Tina dan Menik menyambut dingin. Bahkan, Pak Kardi tak menemukan siapapun dirumah itu, kecuali hanya pembantu yang membukakan pintunya. Beberapa malam itu, Pak Kardi sudah menangkap sesuatu hal yang kurang enak di rumah itu.
“ Menik!…Menik!” Pak Kardi memanggil anak peempuannya. Tak ada sahutan apapun dari dalam kamar Menik.
Pak Kardi makin penasaran dengan situasi itu. Beberapa kali, ia mengetuk pintu kamar Menik, tapi ia tak berhasil menekan Menim untuk keluar dari kamarnya.
Dan betapa kagetnya, ketiak Pak Kardi masuk kamar pribadinya. Ia tak juga menemukan istrinya dikamarnya.
Pak Kardi kembali melangkah mendekati kamar Menik.
‘’ Heh! Apa – apaan kalian! Kalu mau protes jangan begitu dong caranya. Semua kan bisa dibicarakan. Kalu kalian mau protes ya harus prosedural, struktural dan konstitusional, jangan ngamar begitu”, Ujar Pak Kardi yang sudah menduga, isteri dan anaknya telah sekongkol.
Sesaat, Pak Kardi harus mengaruk – garuk kepalanya yang tidak gatal. Sebentar – sebentar mondar – mandir didepan kamar Menik. Sesaat menyalakan rokok untuk membuang gelisah dan kekesalan. Tapi Pak Kardi tak juga menemukan jalan keluarnya, bagaimana harus menarik dua orang yang ada di dalam kamar.
Sampai menjelang pagi, Menik dan Mamanya, tidak juga keluar dari kamrnya. Sementara, terpaksa Pak Kardi harus tidur di sofa ruangan tamu malam itu. Ia tidur tanpa selimut, sekaligus tidak juga ditemani oleh Tina isterinya.
Pagi hari, sepertinya, Pak Kardi sudah tak bisa lagi menahan emosi dadanya yang penuh sejak semalam. Belum lagi, pagi itu, Pak Kardi membaca sebuah surat kabar pagi itu, dengan dua prifil perempuan sekaligus dengan pose setengah bugil. Kedua wajah itu benar – benar sudah ia kenali. Siapa lagi kalau bukan anak dan isterinya.
Kali ini, Pak Kardi benar – benar kebakaran jenggot. Ia tak mendugas sama sekali kalau anak dan isterinya telah bersekongkol melakukan foto setengan bugil di depan kamera untuk publikasi. Pak Kardi benar – benar terhempas batinya. Ia merasa ditampar!
Seolah, keberadaannya sebagai suami tidak lagi dihargai.
Amarahnya muncul. Beberapa kali, Pak Kardi menggedor – gedir pintu dengan harapan, tina dan Menik akan segera keluar dan mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Pak Kardi menggedor pintu lebih keras lagi. Tentu saja, gedoran pintgu sempat mengganggu ketenangan Tina dan Menik, yang sebenarnya sudah bangun sejak pagi tadi.
Sesaat kemudian, pintu terbuka. Menik dan Tina langsung menyongsong Pak Kardi dengan kalimat – kalimat yang kurang bersahabat.
‘’ Sekarang apa maumu, Pa!? Apa maumu ?! Ayo jawab!?”, Kata Tina menantang. Tangannya bertolak pinggang. Seakan, ia sedang menghadapi musuh untuk segera bertarung.
Menik hanya berlindung dibelakang Mamanya.
Melihat itu, Pak Kardi merasa terpojok oleh Tina dan Menik. Ia pun bangkit . wajahnya menatap tajam kearah Tina dan Menik. Matanya melotot ke arah anak dan isterinya secara bergantian. Pagi itu, Pak Kardi memang harus mengembalikan posisinya sebagai suami dan seorang Bapak bagi anaknya.
Apa yang telah kalian lakukan dalam koran ini, heh’’, Ujar Pak Kardi sembari memperlihatkan gambar perempuan berpose setengah bugil ke hadapaan mereka. Mereka berdua hanya mencibir sinis. Karena mereka sudah pasti tahu mengapa itu harus terjadi. Kalu sebelumnya Tina yang menyodorkan koran kepad Pak Kardi, kali ini, giliran Pak Kardi yang menyodorkan kehadapan Tina.
‘’ Nih, lihat! Ini!’’, Kata Pak Kardi kesal, ketiak melihat Tina dan Menik hanya saling pandang.
‘’ Trus, sekarang semua sudah terjadi, lalu apa ayang ingin Papa lakukan pada aku da Menik, ayo lakukan saja !”, Tina kembali menantang.
‘’ Ini merusak nama baik, Ma.. nama baik !!….”
‘’ hmh ! Nama baik ! Nama baik macam apa yang Papa makd\sud. Nama kali ini bukan lagi waktunya untuk bicara nama baik, Pa ! Papa yang lebih dulu mencemarkan nama baik perempuan yang telah melahirkan kaum laki – laki ! ‘’, Kata Tina sedikit argumentatif.
Sampai di ujung siang, persoalan tak juga selesai. Pak Kardi tetap mempertahankan prinsipnya. Iklan dengan perempuan setengah bugil - nya terus di- ekspose oleh Pak Kardi dan cru. Tentu saja demi keuntungan bisnis. Seminggu setelah kejadian itu, Pak Kardi menjumpai kabar yang lebih buruk lagi tentang anak dan isterinya. Tina dan Menik tampil lebih bugil dari sebelumnya. INI PROTES DARI KAMI, begitu judul besar yang tertulis diatasa cover surat kabar mingguan. Pak Kardi benar – benar tertampar oleh ulah nak dan isterinya hari itu..
‘’Pak, ada model baru yang bisa kita berdayakan di promo kita, Pak, “ Ujara karyawan Pak Kardi yang sama sekali tidakmengetahui jika kedua perempuan itu adalah anak dan isteri Pak Kardi.
‘’ Iyya, Pak, kayaknya model ini tampil lebih berani dari model – model yang kita tampilkan !’, Ujar yang menimpali.
Pak Kardi diam. Ia hanya tersandar lemas di sofa panjang. Drama Lysistrata, sepertinya sedangan menghujam diri Pak Kardi. Liysistrata, sebuah kisah aksi mofok seks para kaum perempuan, ketika para suaminya tak bersedia menghentikan perang. Berkat protes kaum perempuan itu, akhirnya perang berhenti. Mungkin ini Lysistrata buat Pak Kardi . Ya, Neo Lysistrata.**

Palembang, Demang L, daun. 10 Agustus 2000
Sriwijaya Pos, Minggu 26 September 2000